Pages

Tantangan pendidikan islam era global

Latar Belakang Masalah
Era  globalisasi  dewasa  ini  dan  di  masa  datang  sedang  dan  akan
mempengaruhi  perkembangan  sosial  budaya  masyarakat  muslim  Indonesia
umumnya, atau pendidikan Islam, termasuk pondok pesantren khususnya. Bahwa
masyarakat muslim tidak bisa menghindarkan diri dari proses globalisasi tersebut,
apalagi  jika  ingin  survive dan berjaya di  tengah perkembangan dunia yang kian
kompetitif di masa kini dan masa depan. 
Dilihat  dari  tuntutan  internal  dan  tantangan  ekternal  global,  maka
keunggulan-keunggulan  yang  mutlak  dimiliki  bangsa  dan  Negara  Indonesia
adalah penguasaan atas sains dan  teknologi dan keunggulan kualitas sumberdaya
manusia  (SDM).  Penguasaan  sains  dan  teknologi,  sebagaimana  terlihat  dalam
pengalaman  banyak  Negara  seperti  Amirika  Serikat,  Jepang,  Jerman  dan
sebagainya,  menunjukkan  bahwa  sains-teknologi  merupakan  salah  satu  faktor
terpenting yang menghantarkan Negara-negara tersebut kepada kemajuan.
Sesuai dengan tujuan pembangunan Indonesia untuk mewujudkan manusia
yang sejahtera lahir batin, maka penguasaan atas sains dan teknologi memerlukan
perspektif etis dan panduan moral. Sebab, seperti juga terlihat dalam pengalaman
Negara-negara  maju,  kemajuan  dan  penguasaan  atas  sains-teknologi  yang
berlangsung  tanpa  perspektif  etis  dan  bimbingan  moral  akan  menimbulkan
berbagai konsekuensi dan dampak negatif, yang membuat manusia semakin jauh   2 
dari  axis,  dari  pusat  eksistensial-spritualnya.  Ini  pada  gilirannya  menciptakan
masalah-masalah  kemanusiaan  yang  cukup  berat,  diantaranya  krisis  nilai-nilai
etis, dislokasi, alienasi, kekosongan nilai-nilai rohaniah, dan sebagainya.
Mempertimbangkan kenyataan  ini, pengembangan dan penguasaan sains-
teknologi  di  Indonesia  seyogyanya  berlandaskan  pada wawasan moral  dan  etis,
Indonesia mempunyai  sejumlah modal  dasar  yang memadai  untuk mewujudkan
cita-cita ini. Diantara modal dasar terpenting adalah kenyataan bahwa rakyak dan
bangsa  Indonesia  adalah  umat  yang  agamis,  yang  sangat  menghormati  ajaran-
ajaran agama.
Peningkatan  antusiasme  keberagamaan  itu  pada  gilirannya  juga
menimbulkan  perkembangan-perkembangan  baru  pula  terhadap  pondok
pesantren,  selama  ini  pondok  pesantren  dikenal  sebagai  lembaga  pendidikan
tradisional  Islam  yang  telah  turut  membina  dan  mengembangkan  SDM  untuk
mencapai  keunggulan  (excellence),  meski  selama  ini  dapat  dikatakan  relative
“terbatas”  pada  bidang  sosial  keagamaan.  Sebagai  lembaga  pendidikan  Islam
pondok pesantren  sepanjang  sejarahnya  telah berperan besar dalam upaya-upaya
meningkatkan kecerdasan dan martabat manusia. (Azra, 2000:47)
Sejak zaman penjajah, pondok pesantren merupakan  lembaga pendidikan
yang  tumbuh  dan  berkembang  di  tengah-tengah masyarakat,  eksistensinya  telah
mendapat  pengakuan  masyarakat.  Ikut  terlibat  dalam  upaya  mencerdaskan
kehidupan  bangsa,  tidak  hanya  dari  segi  moril,  namun  telah  pula  ikut  serta
memberikan  sumbangsih  yang  cukup  signifikan  dalam  penyelenggaraan
pendidikan.  Sebagai  pusat  pengajaran  ilmu-ilmu  agama  Islam  (tafaqquh  fiddin)   3



telah banyak melahirkan ulama,  tokoh masyarakat, muballigh, guru agama yang
sangat  dibutuhkan  masyarakat.  Hingga  kini  pondok  pesantren  tetap  konsisten
melaksanakan  fungsinya  dengan  baik,  bahkan  sebagian  telah  mengembangkan
fungsinya  dan  perannya  sebagai  pusat  pengembangan  masyarakat.  (Depag  RI,
2003a:1)  
Tugas  pokok  yang  dipikul  pondok  pesanten  selama  ini  pada  esensinya
adalah mewujudkan manusia dan masyarakat muslim yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah Swt,   dalam kaitan  ini  secara  lebih khusus  lagi, pondok pesantren
bahkan  diharapkan  berfungsi  lebih  dari  pada  itu;  ia  diharapkan  agar  memikul
tugas  yang  tak  kalah  pentingnya,  yakni melakukan  reproduksi  ulama’. Dengan
kualitas  keislaman,  keimanan,  keilmuan  dan  akhlaknya,  para  santri  diharapkan
mampu  membangun  dirinya  dan  masyarakat  sekelilingnya.  Di  sini,  para  santri
diharapkan dapat memainkan  fungsi ulama; dan pengakuan  terhadap keulamaan
mereka  biasanya  pelan-pelan  tapi  pasti  datang  dari masyarakat.  Selain  itu  juga
pondok  pesantren  juga  bertujuan  untuk menciptakan manusia Muslim mandiri--
dan ini kultur pondok pesantren yang cukup menonjol yang mempunyai swakarya
dan swadaya.
Dalam menghadapi era globalisasi dan  informasi pondok pesantren perlu
meningkatkan peranannya karena Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw
sebagai  agama  yang  berlaku  seantero  dunia  sepanjang masa.  Ini  berarti  ajaran
Islam adalah global dan melakukan globalisasi untuk semua. (surat al-Hujurat:13)
kunci  dari  ayat  diatas  yakni  setiap  persaingan  yang  keluar  sebagai  pemenang
adalah  yang  berkualitas,  yaitu  memiliki  iman-takwa,  kemampuan,  ilmu   4



pengetahuan,  teknologi  dan  ketrampilan  (Rahim,  2001:160).  Disinilah  peran
pondok  pesantren  perlu  ditingkatkan,  tuntutan  globalisasi  tidak  mungkin
dihindari.  Maka  salah  satu  langkah  bijak,  kalau  tidak  mau  dalam  persaingan,
adalah mempersiapkan pondok pesantren agar  “tidak ketinggalan kereta”.
 Azyumardi  Azra  (2000:48)  mengatakan  dengan  demikian,  keunggulan
SDM  yang  ingin  dicapai  pondok  pesantren  adalah  terwujudnya  generasi muda
yang berkualitas  tidak hanya pada  aspek kognitif,  tetapi  juga pada aspek afektif
dan psikomotorik. Tetapi, memandang tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa
dan upaya dalam penguasaan sains-teknologi untuk turut memelihara momentum
pembangunan, muncul  pemikiran  dan  gagasan    untuk mengembangkan  pondok
pesantren  sekaligus  sebagai  wahana  untuk  menanamkan  apresiasi,  dan  bahkan
bibit-bibit  keahlian  dalam  bidang  sains-teknologi.  Selain  itu,  pengembangan
pesantren  kearah  ini  tidak  hanya  akan  menciptakan  interaksi  dan  integrasi
keilmuan  yang  lebih  intens  dan  lebih  padu  antara  “ilmu-ilmu  agama”    dengan
“ilmu-ilmu  umum”,  termasuk  yang  berkaitan  dengan  sains-teknologi.  Dalam
kerangka  ini,  SDM  yang  dihasilkan  pondok  pesantren  diharapkan  tidak  hanya
mempunyai perspektif keilmuan yang  lebih  integrative dan komprehensif  antara
bidang  ilmu-ilmu  agama  dan  ilmu-ilmu  keduniaan  tetapi  juga  memiliki
kemampuan teoritis dan praktis tertentu yang diperlukan dalam masa industri dan
pasca industri.
Berkaitan  dengan  hal  tersebut,  Mulyasa  (2002:vi)  mengatakan  bahwa
peserta didik  (santri) harus dibekali dengan berbagai kemampuan  sesuai dengan
tuntutan  zaman  dan  reformasi  yang  sedang  bergulir,  guna menjawab  tantangan   5



globalisasi, berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan kesejahteraan sosial,
lentur, dan adaptif terhadap berbagai perubahan. 
Tantangan globalisasi pada satu pihak, dan kebutuhan menciptakan SDM
unggul  khususnya  dalam  sains  dan  teknologi  sehingga  mampu  mendapatkan
tempatnya  dalam  perkembangan  dewasa  ini  dan masa mendatang  di pihak  lain,
sesungguhnya menempatkan pondok pesantren ke dalam dilema yang sulit. 
Permasalahan seputar pengembangan model pendidikan pondok pesantren
dalam  hubungannya  dengan  peningkatan  kualitas  sumberdaya  manusia  (human
resources)  merupakan  isu  aktual  dalam  arus  perbincangan  kepesantrenan
kontemporer. Maraknya perbincangan mengenai isu tersebut tidak bisa dilepaskan
dari  realitas  empirik  keberadaan  pesantren  dewasa  ini  kurang  mampu
mengoptimalisasi potensi yang dimilikinya. Setidaknya terdapat dua potensi besar
yang dimiliki pesantren yaitu potensi pendidikan dan pengembangan masyarakat .
Khusus  dalam  bidang  pendidikan,  misalnya,  pesantren  dapat  dikatakan
kalah  bersaing  dalam  menawarkan  suatu  model  pendidikan  kompetitif  yang
mampu melahirkan out put (santri) yang memiliki kompetensi dalam penguasaan
ilmu sekaligus skill sehingga dapat menjadi bekal terjun kedalam kehidupan sosial
yang  terus mengalami  percepatan  perubahan  akibat modernisasi  yang  ditopang
kecangihan  sains  dan  teknologi.  Kegagalan  pendidikan  pesantren  dalam
melahirkan sumberdaya santri yang memiliki kecakapan dalam bidang ilmu-ilmu
keislaman  dan  penguasaan  teknologi  secara  sinergis  berimplikasi  terhadap
kemacetan  potensi  pesantren  kapasitasnya  sebagai  salah  satu  agents  of  social   6



change  dalam  berpartisipasi  mendukung  proses  transformasi  sosial  bangsa.
(Masyhud, 2003: 17).
Di kalangan pondok pesantren sendiri, setidaknya sejak dasawarsa terakhir
telah  muncul  kesadaran  untuk  mengambil  langkah-langkah  tertentu  guna
meningkatkan  kualitas  SDM  yang mampu menjawab  tantangan  dan  kebutuhan
transformasi  sosial  (pembangunan).  Dari  sinilah  timbul  berbagai  model
pengembangan  SDM,  baik  dalam  bentuk  perubahan  “kurikulum”  pondok
pesantren  yang  lebih  berorientasi  kepada  “kekinian”,  atau  dalam  bentuk
kelembagaan baru semacam “pesantren agribisnis”, atau sekolah-sekolah umum di
lingkungan  pondok  pesantren,  dan  Bahkan  di  beberapa  pondok  pesantren  telah
mengadopsi  dengan  teknologi  maju,  sudah  mengajarkan  berbagai  macam
teknologi yang berbasis keahlian dan pendidikan ketrampilan yang mengarah pada
pendidikan profesi.
Penekanan pada bidang ketrampilan ini pondok pesantren semakin dituntut
untuk self supporting dan self  financing. Karena  itu banyak pondok pesantren di
antaranya seperti di pondok pesantren Sunan Drajat Lamongan mengarahkan para
santrinya  untuk  terlibat  dalam  kegiatan-kegiatan  vocational  dalam  usaha-usaha
agribisnis  yang  mencakup  pertanian  tanaman  pangan,  peternakan,  perikanan,
kehutanan  pengembangan  industri  dan  sebagainya.  Bahkan  pondok  pesantren
Sunan  Drajat  memiliki  beberapa  unit  usaha  sebagai  wahana  pembelajaran
ketrampilan Melalui  kegiatan  ketrampilan  ini  minat  kewirausahaan  para  santri
dibangkitkan,  untuk  kemudian  diarahkan  menuju  pengembangan  pengelolaan
usaha-usaha ekonomi bila sang santri kembali ke masyarakat.    7



Berdasarkan  hal  tersebut  maka  santri  pondok  pesantren  Sunan  Drajat
dituntut  harus  memiliki  kompetensi  Skill,  Knowledge  dan  Ability  (SKA)  atau
competency  SKA-based  resources  development  yaitu  kemampuan  santri  yang
mampu memenuhi kebutuhan di era industri. 
Berangkat  dari  uraian  diatas  maka    tertarik  untuk  meneliti:
“Pengembangan model pendidikan berbasis kompetensi di pondok pesantren
Sunan Drajat Lamongan”. 
   Rumusan Masalah 
Berdasarkan  pada  uraian  diatas  maka  dapat  diambil  sebuah  rumusan
masalah  “Bagaimana  Pengembangan model  pendidikan  berbasis  kompetensi  di
pondok pesantren Sunan Drajat Lamongan?”

 Tujuan  
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan model pendidikan berbasis
kompetensi  yang  dilaksanakan  oleh  pondok  pesantren  Sunan Drajat  Lamongan
sebagai obyek penelitian. 
 Manfaat
 Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan  SDM  terutama  bagi  masyarakat  yang  menggunakan  pesantren
sebagai  alternatif  pilihan  dalam  memperoleh  pendidikan.  Sedangkan  dimensi
praktis  dari  penelitian  ini  adalah  untuk  mengembangkan  sebuah  model   8

pengembangan SDM yang baik sehingga dapat dijadikan sebagai kerangka acuan
bagi  pengembagan  SDM  pesantren-pesantren  yang  lainnya.    Serta  diharapkan
dengan  penelitian  ini  akan  memberikan  masukan  bagi  pembuat  kebijakan
terutama berkaitan dengan pengembangan SDM pada lembaga pendidikan.